SEJARAH PERANG SALIB
MAKALAH
SEJARAH DUNIA SM SAMPAI ABAD 15
SEJARAH PERANG SALIB
Disusun Oleh:
Naim Musahri Romadhon 163231054
JURUSAN SEJARAH PERADABAN ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SURAKARTA
2017
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Sejarah Perang salib
Perang salib ialah
serangkaian perang agama selama hampir 2 abad lebih sebagai reaksi terhadap
kristen eropa terhadap islam asia.
Menurut Philip K.Hitti
perang salib adalah reaksi dunia kristen di eropa terhadap dunia islam di Asia,
sejak tahun 632 M yang merupakan pihak penyerang di syiria dan Asia kecil,
tetapi juga di sepanyol dan sisilia.
Perang ini terjadi
karena sejumlah kota dan tempat suci kristen diduduki islam sejak 632, seperti
di suriah, asia Kecil, Spanyol, dan Sisilia. Militer Kristen menggunakan salib
sebagai simbol yang menunjukan bahwa perang ini suci dan bertujuan membebaskan
kota suci Baitul maqdis (Yerus Salim) dari orang islam.Peristiwa perang salib
terjadi pada masa daulah Bani Abbasiyah IV dalam kekuasaan Turki Bani Saljuk.
Perang salib awalnya disebabkan adanya
persaingan pengaruh antara islam dan Kristen. Penguasa islam Alp Arselan yang
memimpin gerakan ekspensi yang kemudian dikenal dengan “Peristiwa Manzikart”
pada tahun 464 H (1071) mwnjadikan orang-orang Romawi terdesak. Tentara Alp Arselan yang
hanya berkekuatan 15.000 prajurit, dalam peristiwa ini berhasil mengalahkan
tentara romawi yang berjumlah 200.000. Peristiwa besar ini menanamkan benih
permusuhan dan kebencian orang-orang Kristen terhadab umat islam, yang kemudian
mencetuskan Perang salib.[1]
Pidato yang mungkin paling besar hasilnya dalam
sejarah ialah pidato Pous Urbanus II pada tanggal 26 November 1095 di Clemont
(prancis selatan), orang-orang Kristen mendapat suntikan untuk mengunjungi
kuburan-kuburan suci dan merebutnya dari orang-orang bukan Kristen serta
menaklukan mereka. Seruan bersama “Tuhan menghendaki yang sedemikian” menggelora
di seluruh negeri dan memiliki pengaruh psikologis, baik di lapisan masyarakat
bawah maupun atas. Di musim semi tahun berikutnya, 150.000 orang yang terdiri
dari sebagian besar orang-orang prancis dan berkumpul di konstaninopel. Perang
salib pertama pun dimulai.
Perang salib berlangsung 200 tahun lamanya, dari
mulai 1095-1293, dengan 8 kali penyerbuan. Perang tersebut bertujuan untuk
merebut kota suci palestin, tempat “tapak Tuhan berbijak”, dari tamgan kaum
muslim.[2]
B.
Penyebab terjadinya
perang salib
Ada beberapa faktor
yang memicu terjadi perang salib. Adapun yang menjadi faktor terjadinya perang
salib ada tiga yaitu
1.
Faktor Agama
Sejak dinasti saljuk merebut Baitul Maqdis dari tangan
Dinasti Fathimiyah pada tahun 1070 M, Pihak kristen merasa tidak bebaslagi
menunaikan ibadah ke sana karena penguasa Saljuk menerapkan sejumlah peraturan
yang di anggap mempersulit mereka yang hendak berziarah ke baitul Maqdis.
2.
Faktor Politik
Kekalahan Bizantium sejak 330 di sebutkan Konstanti
Nopel (islambul) di Manzikart, wilayah Armenia, pada 1071 dan jatuhnya Asia
keil kebawah kekuasaan Saljuk telah mendorong Kaisal Alexius I untuk meminta
bantuan kepada Paus Urbanus II (1035-1099); yang menjadi paus antara tahun
1088-1099 M, dalam usahanya untuk mengembalikan kekuasaan di daerah penduduk
Dinasti Saljuk. Paus Urbanus II bersedia membantu Bizantium karena adanya janji
Kaisar Alexius untuk tunduk di bawah kekuasaan Paus di Roma dan harapan untuk
dapat pempersatukan kerajaan yunani dan Roma
Dan di pihak lain kondisi islam pada waktu itu sedang
melemah sehingga orang kristen di eropa berani untuk ikut mengambil perang
Salib
3.
Faktor Sosial Ekonomi
Para pedagang besar yang berada di pantai timur laut
Tengah, Terutama yang berada di kota Vanesia, Genoa, Pisa, berambisi untuk
menguasai sejumlah kota dagang di sepanjang pantai timur dan selatan laut
Tengah untuk memperluas jaringan dngan mereka. Sehingga mereka mau membantu
dalam perang salib, stratifikasi sosial mereka Eropa ketika itu terdiri dari 3
kelompok yaitu: kaum kristen, kaum ksatria, serta kaum jelata. Mereka mayoritas
terdiri dari kaum jelata tapi kehidupan mereka sangat tertindas terhina mereka
harus tunduk terhadap aturan mereka sehingga saat mereka mengambil bagian dari
perang salib dengan janji mereka akan di beri kesejahtraan dan kebebasan mereka
menyambutnya dengan sepontan dan semangat.[3]
C.
Periodisasi Perang
Salib
Seperti diketahui sebelumnya bahwa perang salib
terjadi dalam kurun waktu yang tidak sebentar, yakni mulai abad ke 11 hingga
abad ke 13. Dalam beberapa referensi ada yang mengatakan bahwa perang salib
mempunyai 9 fase, dalam sumber lain disebutkan hanya 8, dan 7 bahkan ada yang
menyebutkan hanya 3 fase. Berikut pemakalah akan memaparkan 9 periodisasi
Perang Salib dan sekilah menjelaskan tentang 3 periode Perang Salib.
A.
Perang Salib I
(1095-1099 M)
Periode pertama Perang Salib disebut sebagai periode
penaklukan. Jalinan kerja sama antara Kaisar Alexius I dan Paus Urbanus II,
berhasil membangkitkan semangat umat Kristen, terutama akibat pidato Paus Urbanus
II, pada consili clermont pada tanggal 25 November 1095, pada saat itu Paus
Urban II mengatakan “Orang-orang Turki adalah ras yang terkutut,
ras yang sungguh-sungguh jauh dari Tuhan, orang-orang yang hatinya sungguh
tidak mendapat petunjuk dan jiwanya tidak diurus Tuhan. Membunuh para monster
ini adalah tindakan suci, orang Kristen wajib memusnahkan ras keji ini dari
negeri kita.” Sambutan terhadap seruan Paus Urban itu sungguh
luar biasa. Pada musim semi tahun 1096, berangkatlah lima pasukan yang terdiri
atas 60.000 tentara. Gerakan ini merupakan gerakan spontanitas yang diikuti
oleh berbagai kalangan masyarakat Kristiani. Di sepanjang jalan menuju
Constantinople mereka membuat keonaran bahkan terjadi bentrok dengan penduduk
Hongaria dan Byzantium.
Dengan adanya fenomena ini Dinasti Seljuk menyatakan
perang terhadap gerombolan tersebut, sehingga akhirnya gerakan pasukan Salib
dapat mudah dikalahkan. Berawal dari kekalahan pihak kristiani Godfrey of
Buillon mengambil alih kepemimpinan pasukan Salib, sehingga mengubah tentara
Salib menjadi ekpedisi militer yang terorganisasi rapi. Dalam peperangan
menghadapi pasukan Godfrey, pihak Islam mengalami kekalahan, sehingga mereka
berhasil menduduki Palestina (Yerussalem) pada tanggal 07 Juni 1099.
Pasukan Godfrey ini melakukan pembantaian
besar-besaran selama satu minggu terhadap umat Islam disamping itu mereka
membumi hanguskan bangunan-bangunan umat Islam, sebelum pasukan ini menduduki
Baitul Maqdis, mereka terlebih dahulu menaklukkan Anatolia, Tartur, Aleppo,
Tripoli, Syam, dan Acre. Kemenangan pasukan Salib dalam periode ini telah
mengubah peta situasi Dunia Islam kawasan itu.
Sebagai akibat dari kemenangan itu, Kemudian tentara
Salib mendirikan empat kerajaan Kristen yaitu di tanah suci Baitul Maqdis, Enthiokhie,
Raha dan Tripolisyam, sedangkan Nicola dikembalikan pada Kaisar
Byzantium.Perang Salib I ditandai oleh bangkitnya kerajaan Seljuk (Turki) yang
memasuki Armenia, Asia kecil dan Syria, kemudian menyapu daerah kawasan
Byzantium (Romawi) memporakporandakan angkatan perangnya di pertempuran
Mazikert dan sepanjang laut tengah yang pada masa Alip Arselan dan Malik Syah,
Yerussalem pun berhasil dikuasai.
B.
Perang Salib II
(1147-1149 M)
Perang Salib II juga terjadi sebab bangkitnya Bani Seljuk dan jatuhnya Halab
(Aleppo), Edessa, dan sebagian negeri Syam ke tangan Imaddudin Zanky (1144 M).
Setelah Imaduddin meninggal, ia digantikan oleh putranya yang bernama Nuruddin
dan dibantu oleh Salahuddin hingga tahun 1147 M. Perang Salib II ini dipimpin
oleh Lode Wiyk VII atau Louis VII (Raja Perancis), Bernard de Clairvaux dan
Concrad III dari Jerman.
Laskar Islam yang terdiri dari bangsa Turki, Kurdi dan Arab dipimpin oleh
Nuruddin Sidi Saefuddin Gazi dan Mousul dan dipanglimai oleh Salahuddin Yusuf
ibn Ayyub. Pada tanggal 4 Juli 1187 terjadi pertempuran antara pasukan
Salahuddin dengan tentara Salib di Hittin dekat Baitul Maqdis. Dalam
pertempuran ini kaum muslimin dapat menghancurkan pasukan Salib, sehingga raja
Baitul Maqdis dan Ray Mond tertawan dan dijatuhi hukuman mati.
Kemenangan Salahuddin dalam peperangan ini memberikan peluang yang besar
untuk merebut kota-kota lainnya, termasuk Baitul Maqdis, Yerussalem, Al Qudus.
Pada saat kota Yerussalem direbut tentara Salib, mereka melakukan pembunuhan
besar-besaran terhadap orang Islam, tetapi ketika kota itu direbut kembali oleh
Salahuddin, kaum muslimin tidak melakukan pembalasan terhadap mereka, bahkan
memperlakukan mereka dengan baik dan lemah lembut.
Pada saat Baitul Maqdis kembali ke tangan Umat Islam kembalilah suara adzan
berkumandang dan lonceng gereja berhenti berbunyi serta Salib emas diturunkan
dari kubah sakrah. Dalam periode ini disebut sebagai periode reaksi umat Islam
atas jatuhnya beberapa wilayah kekuasaan Islam ke tangan tentara Salib telah
membangkitkan kesadaran kaum muslimin untuk menghimpun kekuatan guna menghadapi
Tentara Salib. Di bawah komando Imaduddin Zangi, Gubernur
Mousul, kaum muslimin bergerak maju membendung serangan pasukan Salib bahkan
mereka berhasil merebut kembali Aleppo, Adessa (Ar-Ruha’) pada
tahun 1144 M. Setelah Imaduddin Zangi wafat, posisinya digantikan putranya
Nuruddin Zangi, dia meneruskan perjuangan ayahnya untuk membebaskan
negara-negara Timur dari cengkraman Tentara Salib. Kota-kota yang berhasil
dibebaskan antara lain Damaskus (1147 M), Antiok (1149 M) dan Mesir (1169 M).
Keberhasilan kaum muslimin meraih berbagai kemenangan, terutama setelah
munculnnya Salahuddin Yusuf Al-Ayyubi (Salahuddin) di Mesir, yang berhasil
membebaskan Baitul Maqdis pada tanggal 2 Oktober 1187. Hal ini membuat Tentara
Salib untuk membangkitkan kembali basik kekuatan mereka sehingga mereka
menyusun kekuatan dan mengirim ekspedisi militer yang lebih kuat. Dalam
ekspedisi ini dikomando oleh raja-raja Eropa yang besar, Frederick I (The Lion Heart, Raja Inggris) dan Philip II (Augustus,
Raja Prancis).
Ekpedisi militer Salib kali ini dibagi dalam beberapa devisi, sebagian
menempuh jalan darat dan yang lainnya menempuh jalur laut. Frederick yang
memimpin devisi darat tewas tenggelam dalam penyebrangannya di sungai Armenia,
dekat kota Ar-Ruha’, sebagian tentaranya
kembali kecuali beberapaorang yang terus melanjutkan perjalanannya di bawah
pimpinan putra Frederick. Adapun devisi yang menempuh jalur laut menuju Sicilia
yang dipimpin Richard dan Philip II, disana mereka bertemu dengan pasukan
Salahuddin, terjadilah peperangan sengit, karena kekuatan tidak berimbang, maka
pasukan Salahuddin mundur, dan Kota Acre ditinggalkan oleh pasukan Salahuddin
dan menuju ke Mesir untuk mempertahankan daerah itu.
Dalam keadaan demikian kedua belah pihak melakukan gencatan senjata dan
membuat suatu perjanjian damai, inti perjanjian damai tersebut adalah: “Daerah
pedalaman akan menjadi milik kaum muslimin dan umat Kristen, yang akan
berziarah ke Baitul Maqdis akan terjamin keamanannya, sedangkan daerah pesisir
utara, Acre dan Jaffa berada di daerah kekuasaan tentara Salib.” Tidak lama
kemudian setelah perjanjian disepakati, Salahuddin wafat pada bulan Safar 589 H
atau Februari 1193 M.
C.
Perang Salib III
(1187-1191 M)
Setelah Salahuddin wafat, dan digantikan oleh
saudaranya Sultan Adil. Salahuddin wafat setelah berhasil mempersatukan umat
Islam dan mengembalikan Baitul Maqdis ke tangan umat Islam. Periode ini lebih
dikenal dengan periode perang saudara kecil-kecilan atau periode kehancuran di
dalam pasukan Salib sendiri. Hal ini disebabkan karena periode ini lebih
disemangati oleh ambisi politik untuk memperoleh kekuasaan dan sesuatu yang
bersifat material, dari motivasi agama.
Tujuan mereka untuk membebaskan Baitul Maqdis seolah-olah
mereka lupakan, hal ini dapat dilihat ketika pasukan Salib yang disiapkan
menyerang Mesir (1202-1204 M) ternyata mengubah haluan menuju Constantinople,
kota ini direbut dan diduduki lalu dikuasai oleh Baldwin sebagai rajanya yang
pertama. Dalam periode ini telah terukir dalam sejarah yaitu munculnya pahlawan
wanita yang terkenal dan gagah berani yaitu Syajar Ad-Durr, dia berhasil
menghancurkan pasukan Raja Lois IX, dari Prancis dan sekaligus menangkap raja
tersebut. Dalam periode ini pasukan Salib selalu menderita kekalahan.
Meskipun demikian mereka telah mendapatkan hikmah yang
sangat besar, mereka dapat mengetahui kebudayaan dan peradaban Islam yang sudah
sedemikian majunya, bahkan kebudayaan dari Timur-Islam menyebabkan lahirnya
renaisansce di Barat.
D.
Perang Salib IV
(1202-1204 M)
Tentara Salib berpendapat bahwa jalan untuk merebut
kembali Baitul Maqdis adalah harus dikuasai terlebih dahulu keluarga Bani Ayyub
di Mesir yang menjadi pusat persatuan Islam ketika itu. Oleh karena itu Tentara
Salib memusatkan perhatian dan kekuatannya untuk menguasai Mesir. Akan tetapi
Perang Salib IV ini dilakukan atas kerja sama dengan Venesia dan bekas kaisar
Yunani.
Tentara Salib menguasai Konstatinopel (1204 M) dan
mengganti kekuasaan Bizantium dengan kekuasaan latin disana. Pada waktu itu
Mesir diperintah oleh Sultan Salib, maka dikuatkanlah perjanjian dengan
orang-orang Kristen pada tahun 1203-1204 M dan 1210-1211 M. Isi perjanjian itu
adalah mempermudah orang Kristen ziarah ke Baitul Maqdis dan menghilangkan permusuhan
antara kedua belah pihak.
E.
Perang Salib V
(1217–1221 M)
Perang Salib V tetap berada di Konstantinopel dan
tidak henti-hentinya terjadi konflik dengan pihak Kaisar. Perang Salib V
dipimpin oleh Jeande Brunne Kardinal Pelagius serta raja Hongaria, meskipun
pada tanggal 5 November 1219 kota pelabuhan Damietta mereka rebut, namun dalam
perjalanan ke Kairo pada tanggal 24 Juli 1221 mereka membuat kekacauan di Al
Masyura ( tepi sungai Nil) kemudian mereka pulang kampung.
F.
Perang Salib VI
(1228–1229 M)
Perang Salib VI dipimpin oleh Frederick II dari
Hobiens Taufen, Kaisar Jerman dan raja Itali dan kemudian menjadi Raja muda
Yerussalem lantaran berhasil menguasai Yerussalem tidak dengan perang tapi
dengan perjanjian damai selama 10 tahun dengan Sultan Al-Malikul Kamil,
keponakan Salahuddin al-Ayyubi, namun 14 tahun kemudian yakni pada tahun 1244
kekuasaan diambil alih Sultan Al Malikul Shaleh Najamuddin Ayyub beserta Kallam
dan Damsyik.
G.
Perang Salib VII
(1248–1254 M)
Peperangan ini dipimpin oleh Raja Louis IX dari
Perancis pada tahun 1248, namun pada tahun 1249 tentara Salib berhasil
menguasai Damietta (Damyat). Dimasa inilah pemimpin angkatan perang Islam,
Malikul Shaleh mangkat kemudian digantikan putranya Malikul Asraff Muzafaruddin
Musa. Ketika Louis IX gagal merebut Antiock yang dikuasai Sultan Malik Zahir
Bay Bars pada tahun 1267/1268, lalu hendak merebut Tunis, ia beserta
pembesar-pembesar pengiringnya ditawan oleh pasukan Islam pada 6 April 1250
dalam satu pertempuran di Perairan Mesir, setelah mereka memberi uang tebusan,
maka mereka dibebaskan oleh Tentara Islam dan mereka balik ke negerinya.
H.
Perang Salib VIII (1270
M)
Dalam Perang Salib VIII yaitu pada tanggal 25 Agustus
1270 ini Louis IX telah binasa ditimpa penyakit (riwayat lain menyebutkan ia
terbunuh). Akhirnya pada tahun 1492 Raja Ferdinad dan Ratu Isabella sukses
menendang habis umat Islam dari Granada, Andalusia.
Riwayat lain juga menjelaskan bahwa Perang Salib VIII
ini tidak sempat terbentuk karena kota terakhir yakni Aere yang diduduki oleh tentara
Salib malahan berhasil dikuasai oleh Malikul Asyraf (putra Malikul Shaleh).
Dengan demikian terkuburlah Perang Salib oleh Perang Sabil. Tetapi meskipun
Perang Konvensional dan Frontal itu sudah berakhir secara formal, namun
sesungguhnya perang jenis lain yang kwalitasnya lebih canggih terus saja
berlangsung seiring dengan kemajuan zaman.
I.
Perang Salib IX
(1271-1291 M)
Pada tahun 1219 M, meletus kembali peperangan yang
dikenal dengan Perang Salib periode keenam, dimana tentara Kristen dipimpin
oleh raja jerman, freerik II, mereka berusaha merebut mesir lebih
dahulu sebelum ke Palestina, dengan harapan dapat bantuan dari
orang-orang Kristen Koptik. Dalam serangan tersebut, mereka berhasil
menduduki Dimyath , raja Mesir dari Dinasti Ayyubiyah waktu
itu, al-Malik al-Kamil, membuat penjanjian dengan Frederick. Isinya antara
lain Frederick bersedia melepaskan Dimyath, sementara al-Malik al-Kamil
melepaskan Palestina, Frederick menjamin keamanan kaum muslimin di
sana, dan Frederick tidak mengirim bantuan kepada Kristen di Syria.
Dalam perkembangan berikutnya, Palestina dapat direbut kembali oleh kaum
muslimin tahun 1247 M, pada masa pemerintahan al-Malik al-shalih ,
penguasa Mesir selanjutnya.
Ketika Mesir dikuasai oleh Dinasti Mamalik yang
menggantikan posisi Dinasti Ayyubiyah, pimpinan perang dipegang oleh
Baibars , Qalawun, dan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah. Pada masa
merekalah Akka dapat direbut kembali oleh kaum Muslim tahun 1291 M.
Demikianlah Perang Salib yang berkobar di Timur. Perang ini tidak berhenti di
Barat, di Spanyol, sampai umat Islam terusir dari sana.
Merupakan satu aspek usaha penyingkiran
lembaga-lembaga pribumi atau Islam dengan menggantikan sejarah setempat dengan
kurikulum Barat. Dalam peperangan lanjutan ini pihak Kristen juga mengalami
kekalahan, akan tetapi orang-orang Kristen dengan segala bentuk dan cara
berusaha menghancurkan Islam baik melalui politik, ekonomi dan pendidikan.
Sembilan periodisasi Perang Salib tersebut tidaklah
cukup untuk menggambarkan betapa orang Barat ingin menghancurkan Islam. Berikut
adalah ringkasan dari sembilan periode di atas, yang disususn menjadi tiga
periode.
1. Periode Pertama
Periode pertama, disebut periode penaklukan (1009-1144). Hassan Ibrahim
Hassan dalam buku Tarikh Al-Islam menggambarkan pasukan salib pertama yang
dipimpin oleh Pierre I’ermite sebagai gerombolan rakyat jelata yang tidak
memiliki pengalaman perang, tidak disiplin, dan tanpa persiapan. Pasukan salib
ini dapat dikalahkan oleh pasukan Dinasti Saljuk. Pasukan Salib berikutnya dipimpin
oleh Godfrey of Bouillon. Gerakan ini lebih merupakan militer yang
terorganisasi rapi. Mereka berhasil menduduki kota suci Palestina (Yerusalem)
pada 7 Juli 1099.[4]
Kemenangan pasukan salib pada
periode ini telah mengubah peta dunia Islam dan berdirinya kerajaan-kerajaan
Latin-Kristen di timur, seperti Kerajaan Baitulmakdis (1099) di bawah
pemerintahan Raja Godfrey, Edessa (1099) di bawah Raja Baldwin, dan Tripoli
(1099) di bawah kekuasaan Raja Reymond.[5]
2. Periode Kedua
Periode kedua atau disebut periode reaksi umat Islam (1144-1192).
Kemenangan kaum muslimin ini, terlihat jelas setelah munculnya Salahuddin Yusuf
Al-Ayyubi (Saladin) di Mesir yang berhasil membebaskan Baitulmakdis pada 2
Oktober 1187.
Dalam perang salib ini akhirnya pihak Richard dan pihak Saladin sepakat
untuk melakukan gencatan senjata dan membuat pejanjian. Perjanjian perdamaian
ditetapkan di atas kertas pada 2 Nopember 1192, dengan ketentuan bahwa daerah
pantai menjadi milik bangsa latin sedangkan daerah pedalaman menjadi milik umat
Islam, dan peziarah yang datang ke kota Suci tidak boleh diganggu. Tahun
berikutnya 19 Pebruari 1193 Shalah sakit demam di Damaskus dan pada tanggal 2
Maret 1193 Shalah meninggal dalam usia 55 tahun. Pusaranya yang berdekatan
dengan masjid Umayyah, hingga kini masih menjadi daya tarik bagi ibukota
Suriah.
Ekspedisi perang Salib ini dibagi beberapa divisi, Ekspedisi ini dilakukan
pada tahun 1189 M.[6]
Sebagian menempuh jalur jalan darat dan sebagian lagi menempuh jalur
laut. Frederick yang memimpin divisi jalur darat ini tewas ketika menyerangi
sungai Armenia, dekat kota Ruba (Edessa). Sebagian tentaranya kembali, kecuali
beberapa orang yang masih hidup melanjutkan perjalannya. Dua divisi lainnya
yang menempuh jalur laut bertemu di Sisilia. Mereka berada di Sisilia hingga
musim dingin berlalu. Richard menuju Ciprus dan mendudukinya di sana. Sedangkan
Philip langsung ke Arce, dan pasukannya berhadapan dengan pasukan Saladin,
sehingga terjadi pertempuran sengit. Namun, dengan pasukan Saladin memilih
mundur dan mengambil langkah untuk mempertahankan Mesir. Dalam keadaan
demikian, pihak Richard dan pihak Saladin sepakat untuk melakukan genjatan
senjata dan membuat perjanjian. Perjanjian ini disebut dengan Shulh
al-Ramlah.[7]
3. Periode Ketiga
Periode ketiga (1193-1291) lebih dikenal dengan periode perang saudara
kecil-kecilan atau periode kehancuran didalam pasukan salib. Dalam periode ini,
muncul pahlawan wanita dari kalangan kaum muslimin yang terkenal gagah berani,
yaitu Syajar Ad-Durr. Ia mampu menunjukkan kebesaran Islam dengan membebaskan
dan mengizinkan Raja Louis IX kembali ke negerinya, Perancis. Perang Salib sesungguhnya juga masih terjadi di
masa sekarang, hanya saja tidak lagi perang menggunakan senjata, akan tetapi
perang intelektualitas.
Pada periode ini, peperangan disebabkan oleh ambisi politik untuk
memperoleh kekuasaan dari sesuatu yang bersifat materialisti daripada motivasi
agama. Dalam periode ini, muncul pahlawan wanita dari kalangan kaum muslimin
yang terkenal gagah berani yaitu Syajar Ad-Durr. Ia beerhasil menghancurkan
pasukan Raja Louis IX dari Perancis sekaligus menangkap raja tersebut. Pada
tahun 1219 M, meleteus kembali peperangan, pada waktu itu tentara Kristen
berada di bawah kekuasaan Raja Jerman Frederick II, mereka berusaha
merebut Mesir terlebih dahulu sebelum merebut ke wilayah Palestina,
dengan harapan mereka mendapatkan bantuan dari orang-orang Kristen Qibthi.[8]
4.
Pengaruh Perang Salib
di Dunia Islam
Perang Salib yang terjadi sampai pada akhir abad XIII memberi pengaruh kuat
terhadap Timur dan Barat. Di samping kehancuran fisik, juga meninggalkan
perubahan yang positif walaupun secara politis, misi Kristen-Eropa untuk
menguasai Dunia Islam gagal. Perang Salib meninggalkan pengaruh yang kuat
terhadap perkembangan Eropa pada masa selanjutnya.
Akibat yang paling tragis dari Perang Salib adalah hancurnya peradaban
Byzantium yang telah dikuasai oleh umat Islam sejak Perang Salib keempat hingga
pada masa kekuasaan Turki Usmani tahun 1453. Akibatnya, seluruh kawasan
pendukung kebudayaan Kristen Orthodox menghadapi kehancuran yang tidak
terelakkan, yang dengan sendirinya impian Paus Urban II untuk unifikasi dunia
Kristen di bawah kekuasaan paus menjadi pudar.
Perubahan nyata yang merupakan akibat dari proses panjang Perang Salib
ialah bahwa bagi Eropa, mereka sukses melaksanakan alih berbagai disiplin ilmu
yang saat itu berkempang pesat di dunia Islam, sehingga turut berpengaruh
terhadap peningkatan kualitas peradaban bangsa Eropa beberapa abad sesudahnya.
Mereka belajar dari kaum muslimin berbagai teknologi perindustrian dan
mentransfer berbagai jenis industri yang mengakibatkan terjadinya perubahan
besar-besaran di Eropa, sehingga peradaban Barat sangat diwarnai oleh peradaban
Islam dan membuatnya maju dan berada di puncak kejayaan.
Bagi umat Islam, Perang Salib tidak memberikan kontribusi bagi pengebangan
kebudayaan, malah sebaliknya kehilangan sebagian warisan kebudayaan. Peradaban
Islam telah diboyong dari Timur ke Barat. Dengan demikian, Perang Salib itu
telah mengembalikan Eropa pada kejayaan, bukan hanya pada bidang material,
tetapi pada bidang pemikiran yang mengilhami lahirnya masa Renaisance. Hal
tersebut dapat dipahami dari kemenangan tentara Salib pada beberapa episode,
yang merupakan stasiun ekspedisi yang bermacam-macam dan memungkinkan untuk
memindahkan khazanah peradaban Timur ke dunia Masehi-Barat pada abad
pertengahan.
Di bidang seni, kebudayaan Islam pada abad pertengahan mempengaruhi
kebudayaan Eropa. Hal itu terlihat pada bentuk-bentuk arsitektur bangunan yang
meniru arsitektur gereja di Armenia dan bangunan pada masa Bani Saljuk. Juga
model-model arsitektur Romawi adalah hasil dari revolusi ilmu ukur yang lahir
di Eropa Barat yang bersumber dari dunia Islam.
Perang Salib memberi kontribusi kepada gerakan eksplorasi yang berujung
pada ditemukannya benua Amerika dan route perjalanan ke India yang mengelilingi
Tanjung Harapan. Pelebaran cakrawala terhadap peta dunia mempersiapkan mereka
untuk melakukan penjelajahan samudera di kemudian hari. Hal tersebut
berkelanjutan dengan upaya negara-negara Eropa melaksanakan kolonisasi di
berbagai negeri di Timur, termasuk Indonesia.
Bagi dunia Islam, Perang Salib telah menghabiskan asset kekayaan bangsa dan
mengorbankan putera terbaik. Ribuan penguasa, panglima perang dan rakyat
menjadi korban. Gencatan senjata yang ditawarkan terhadap kaum muslimin oleh
pasukan salib selalu didahului dengan pembantaian masal. Hal tersebut merusak
struktur masyarakat yang dalam limit tertentu menjadi penyebab keterbelakangan
umat Islam dari umat lain.
Walaupun demikian, di sisi lain Perang salib membuktikan kemenangan militer
Islam di abad pertengahan, yang bukan hanya mampu mengusir Pasukan Salib,
tetapi juga pada masa Turki Usmani mereka mampu mencapai semenanjung Balkan
(abad ke-14-15) dan mendekati gerbang Wina (abad ke-16 dan 17), sehingga hanya
Spanyol dan pesisir Timur Baltik yang tetap berada di bawah kekuasaan Kristen.[9]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari pembahasan ini dapat disimpulkan bahwa perang salib bukanlah perang
karena agama tetapi perang perebutan kekuasaan daerah. Perang ini dinamakan
perang salib karena angkatan perang tentara Nasrani menggunakan tanda salib dan
mendapat restu dari Paulus di Roma. Angkatan perang ini
terjadi sebanyak 8 kali.
Perang salib memakana waktu yang sangat lama. Membawa pengaruh besar pada
semaraknya lalu lintas perdagangan asia dan eropa. Mereka banyak mengetahui
hal-hal baru seperti adanya tanaman rempah-rempah dan lain-lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
K. Hitti Philip. 2001. “Sejarah Dunia Arab”. Yogyakarta: Pustaka
Iqra.
Maslani dan Ratu Suntiah. 2010. “Sejarah
Peradapan Islam”. Bandung: CV. Insan Mandiri.
Munir, Samsul. 2010. “Sejarah Peradaban Islam”. Jakarta: AMZAH.
Supriyadi, Dedi. 2008. “Sejarah
Peradaban Islam”. Bandung: CV. Pustaka Setia
Yatim, Badri. 2008. “Sejarah Peradapan Islam
(Dirasah Islamiah II)”. Jakarta: PT Raja Grafinda Persada.
[2] Philip K.
Hitti, sejarah Dunia Arab, Yogyakarta:
Pustaka Iqra, 2001, hal. 204
[3] Philip K.
Hitti,Op.Cit hal. 235-236
[4]
Supriyadi, Dedi, Sejarah Peradaban Islam,
Bandung: CV. Pustaka Setia 2008, hal. 172
[5] Badri
Yatim, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: RajaGrafindo
Persada, 2000, hal. 76
[6] Badri
Yatim, Op. Cit., hal. 78
[7] ibid
[8]
Maslani dan Ratu Suntiah, Sejarah Peradapan
Islam, Bandung: CV. Insan Mandiri 2010, Hal. 136-137.
Komentar
Posting Komentar